Jumat, 30 Juli 2010

Perlakuan Zakat Dalam Penghitungan Pajak Penghasilan


Pendahuluan

Zakat di undang-undang pajak penghasilan boleh dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak, namun pembayaran zakat tersebut hanya bisa dikurangkan bila dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

Dasar Hukum
Ketentuan-Ketentuan
  • Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat dan sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, dikecualikan sebagai objek Pajak penghasilan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
  • zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri pemeluk agama lslam dan/atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama lslam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dapat dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak;
  • apabila zakat tidak dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah maka zakat tersebut tidak dapat dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak;
  • Wajib Pajak yang melakukan pengurangan zakat atas Penghasilan Kena Pajak, wajib melampirkan foto kopi bukti pembayaran zakat dari badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah sebagai penerima zakat pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak dilakukannya pengurangan zakat atas penghasilan tersebut.
  • Surat Setoran Zakat yang dapat diakui sebagai bukti sekurang-kurangnya harus memuat : nama lengkap, alamat lengkap, NPWP, jenis Penghasilan yang dibayar zakatnya, sumber penghasilan, tahun perolehan, besar penghasilan, dan besarnya zakat yang dibayar.
Penjelasan Tambahan Penulis
Pada dasarnya belum jelas mana saja badan/lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan pemerintah, yang dibentuk pemerintah yaitu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan BAZDA untuk di daerah-daerah. Badan amil zakat yang lain seperti PKPU, Dompet Duafa, dll sampai saat ini belum jelas apakah termasuk badan/lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan pemerintah karena belum ada Peraturan Pemerintah yang mengatur secara jelas sebagaimana di-amanatkan oleh Pasal 9 (1) huruf g UU PPh, sehingga apabila dalam perhitungan pajak penghasilan mengurangkan zakat dalam menghitung penghasilan kena pajak maka akan dilakukan koreksi.

Selasa, 27 Juli 2010

PPh Pasal 21 Atas Uang Pesangon, Uang Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua Yang Dibayarkan Sekaligus

Dasar Hukum

Pengertian-Pengertian
  • Uang Pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja termasuk Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja kepada pegawai, dengan nama dan dalam bentuk apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.
  • Uang Manfaat Pensiun adalah penghasilan dari manfaat pensiun yang dibayarkan kepada orang pribadi peserta dana pensiun secara sekaligus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
  • Tunjangan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara tunjangan hari tua kepada orang pribadi yang telah mencapai usia pensiun.
  • Jaminan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja kepada orang pribadi yang berhak dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau keadaan lain yang ditentukan.
  • Pemotong Pajak adalah pemberi kerja, Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, Dana Pensiun Pemberi Kerja, atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan lain yang membayar Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua.

Ketentuan-Ketentuan
  • Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus, dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final.
  • Dianggap dibayarkan sekaligus walaupun dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.
  • Penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun yang dibayarkan secara sekaligus sebagaimana dimaksud meliputi ; Pembayaran sebanyak-banyaknya 20% (dua puluh persen) dari manfaat pensiun yang dibayarkan secara sekaligus pada saat Pegawai sebagai peserta pensiun atau meninggal dunia; Pembayaran manfaat pensiun bulanan yang lebih kecil dari suatu jumlah tertentu yang ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Menteri Keuangan yang dibayarkan secara sekaligus; atau pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup.

Saat Terutang
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final sebagaimana dimaksud terutang pada saat dilakukan pembayaran Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus.

Tarif PPh Atas Uang Pesangon
  •  0% atas penghasilan bruto s.d. Rp50.000.000,00
  • 5% atas penghasilan bruto di atas Rp50.000.000,00 s.d. Rp100.000.000,00
  • 15% atas penghasilan bruto di atas Rp100.000.000,00 s.d. Rp500.000.000,00
  • 25% atas penghasilan bruto di atas Rp500.000.000,00

Tarif PPh Atas Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua
  • 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000,00
  • 5% atas penghasilan bruto di atas Rp50.000.000,00

Bila Pembayaran Dilakukan Di Tahun Ketiga Dst
  • Dalam hal terdapat bagian penghasilan Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya, pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang atau dibayarkan kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender yang bersangkutan.
  • Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong sebagaimana dimaksud tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran pajak pendahuluan atau kredit pajak.
  • Dalam hal Pegawai tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud, lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Pegawai yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Ketentuan Pemotongan Terhadap Uang Pesangon yang dialihkan
Dalam hal pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara bertahap atau berkala kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, Pegawai dianggap belum menerima hak atas Uang Pesangon sehingga tidak dilakukan pemotongan PPh 21 Final oleh pemberi kerja. Kewajiban pemotongan PPh 21 bersifat final dilakukan oleh Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja saat membayar Uang Pesangon kepada Pegawai.

Ketentuan Pemotongan Atas Uang manfaat pensiun yang dialihkan ke Asuransi
Dalam hal terjadi pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup, Pegawai sebagai peserta dianggap telah menerima hak atas Uang Manfaat Pensiun yang dibayarkan secara sekaligus, sehingga saat dibayarkan kepada perusahaan asuransi, Dana Pensiun tersebut memotong PPh 21 bersifat final. Pada saat perusahaan asuransi jiwa membayar Uang Manfaat Pensiun kepada Pegawai, tidak lagi dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21. 

Teknis Penghitungan
Teknis Penghitungan ada di lampiran PMK Nomor-16/PMK.03/2010

Teknis Penyetoran dan Pelaporan
  • Pemotong Pajak wajib memberikan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada Pegawai yang berhak menerima Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua walaupun dikenakan tarif 0%. Apabila dalam 1 (satu) Masa Pajak, kepada satu Pegawai dilakukan lebih dari 1 (satu) kali pembayaran penghasilan, bukti pemotongan PPh Pasal 21 dapat dibuat sekali untuk 1 (satu) Masa Pajak.
  • disetor ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama 10 hari setelah Masa Pajak berakhir dengan SSP.
  • melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 untuk setiap Masa Pajak yang dilakukan melalui penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong Pajak terdaftar, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

Jumat, 23 Juli 2010

PPh Atas Bunga Simpanan Koperasi Kepada Anggotanya

Pendahuluan
Koperasi yang membayarkan bunga simpanan kepada anggotanya (Orang Pribadi) dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) bersifat final


Dasar Hukum
Tarif
  • 0% (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan; atau
  • 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari Rp240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan.

Pemotongan
Koperasi wajib memberikan tanda bukti pemotongan Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2) kepada Wajib Pajak orang pribadi yang dipotong Pajak Penghasilan setiap melakukan pemotongan walaupun dikenakan tarif 0%.

Penyetoran
Disetor dengan menggunakan SSP malalui Bank dan kantor pos yang ditunjuk menteri keuangan paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Pelaporan
Dilaporkan ke KPP Pratama dimana NPWP Koperasi terdaftar dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) paling lama 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.



Kamis, 22 Juli 2010

Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak Baru

Dasar Hukum

Pengertian-Pengertian
  • Wajib Pajak Baru adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan.
  • Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan dalam tahun pajak berjalan untuk setiap bulan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Wajib Pajak Orang Pribadi Baru
  • menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, angsuran PPh Pasal 25 dihitung dengan ; penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya yang disetahunkan; dikurangi Penghasilan tidak kena pajak (PTKP), dikalikan tarif Pasal 17 UU PPh kemudian dibagi 12 bulan. Angsuran PPh 25 sebulan = (Ph Netto fiskal disetahunkan - PTKP) x Tarif Pasal 17/ 12 bulan
  • menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atas peredaran atau penerimaan bruto, disetahunkan; dikurangi Penghasilan tidak kena pajak (PTKP), dikalikan tarif Pasal 17 UU PPh kemudian dibagi 12 bulan. Angsuran PPh 25 sebulan = [(Peredaran Bruto disetahunkan x % Norma) - PTKP] x Tarif Pasal 17 / 12 bulan
Wajib Pajak Badan Baru
Wajib Pajak badan yang mempunyai kewajiban membuat laporan berkala, besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas proyeksi laba-rugi fiskal pada laporan berkala pertama yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas). Angsuran PPh 25 sebulan = (Ph Netto fiskal disetahunkan x Tarif Pasal 17) / 12 bulan

Selasa, 20 Juli 2010

Kegiatan Membangun Sendiri Yang Dikenakan PPN

Pendahuluan
Orang Pribadi atau Badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri (KMS) yaitu kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan pokoknya oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai

Dasar Hukum


Batasan Kegiatan Membangun Sendiri
Bangunan sebagaimana dimaksud berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:
  • konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja;
  • diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
  • luas keseluruhan paling sedikit 300 m2 (tiga ratus meter persegi).

Tarif
PPN yang harus dibayar sebesar 10% (sepuluh persen) dikali Dasar Pengenaan Pajak (DPP). DPP tersebut sebesar 40% (empat puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah. Atau diringkas dengan tarif efektif 4% (empat persen) dikali jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.

Saat dan Tempat Terutang
  • Saat terutangnya PPN atas kegiatan membangun sendiri terjadi pada saat mulai dibangunnya bangunan.
  • Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
  • Tempat PPN terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.

Mekanisme
  • Pembayaran PPN terutang dilakukan setiap bulan sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan 40% (empat puluh persen) dikalikan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan atau yang dibayarkan pada setiap bulannya.
  • PPN terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disetor ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
  • Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat bangunan tersebut dengan mempergunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak (SSP) paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.

Ketentuan-Ketentuan
  • Pajak Masukan yang dibayar sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri tidak dapat dikreditkan.
  • Dalam hal bangunan sebagai hasil kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud digunakan oleh pihak lain sebagai tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib menyerahkan bukti SSP asli PPN atas kegiatan membangun sendiri kepada pihak lain yang menggunakan bangunan tersebut.
  • Dalam hal orang pribadi atau badan yang membangun sendiri bangunan untuk digunakan pihak lain sebagaimana dimaksud tidak dapat menunjukkan bukti SSP asli PPN atas kegiatan membangun sendiri, pihak lain yang menggunakan bangunan tersebut bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran PPN yang terutang.

Teknis Penyetoran
  • Penyetoran PPN atas kegiatan membangun sendiri dilakukan dengan menggunakan SSP yang harus diisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
  • Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja KPP Pratama tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, kolom NPWP pada SSP sebagaimana dimaksud diisi dengan NPWP orang pribadi atau badan tersebut.
  • Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja KPP Pratama yang berbeda dengan KPP tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, atau belum mempunyai NPWP, maka kolom NPWP pada SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diisi dengan : angka 01 (nol satu) pada 2 (dua) digit pertama, untuk badan usaha; angka 04 (nol empat) pada 2 (dua) digit pertama, untuk orang pribadi;angka 0 (nol) pada 7 (tujuh) digit berikutnya; angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.

Teknis Pelaporan
  • Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan penyetoran ke KPP Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dengan mempergunakan lembar ketiga SSP paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
  • Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja KPP Pratama tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN dengan melampirkan lembar ketiga SSP.
  • Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja KPP Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri selain wajib melaporkan penyetoran di KPP dimana tempat bangunan didirikan, juga wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN dengan melampirkan foto kopi lembar ketiga SSP ke KPP dimana WP terdaftar.
  • Dalam hal Pengusaha Kena Pajak terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya, Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar atau Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, Pengusaha Kena Pajak tersebut selain wajib melaporkan penyetoran, wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan foto kopi lembar ketiga SSP.

Ketentuan Lainnya
  • Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri tidak melakukan kewajiban, Kepala KPP Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dapat mengeluarkan surat teguran.
  • Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak diterbitkannya surat teguran, orang pribadi atau badan belum menyetor dan melaporkan PPN terutang atas kegiatan membangun sendiri, Kepala KPP Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dapat melakukan pemeriksaan pajak untuk menetapkan besarnya PPN terutang atas kegiatan membangun sendiri tersebut.
  • Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, Kepala KPP Pratama menerbitkan surat ketetapan pajak atas besarnya PPN terutang atas kegiatan membangun sendiri.
  • Dalam hal orang pribadi atau badan belum memilki NPWP, Kepala KPP Pratama menerbitkan NPWP secara jabatan sesuai ketentuan yang berlaku.
  • Dalam hal orang pribadi atau badan yang telah memiliki NPWP namun berbeda dengan tempat bangunan didirikan, Kepala KPP Pratama secara jabatan menerbitkan NPWP sebagai cabang sesuai ketentuan yang berlaku.
Radi Ryosaki 2010

Senin, 19 Juli 2010

PKP Berisiko Rendah Yang Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak

Pendahuluan
Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN-nya lebih bayar dapat diberikan fasilitas Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak dengan mengajukan permohonan untuk menjadi Pengusaha kena Pajak Berisiko Rendah.

Dasar Hukum

Kriteria PKP
  • PKP yang melakukan ekspor barang kena pajak (BKP) berwujud, atau melakukan penyerahan BKP/JKP kepada Pemungut PPN, atau melakukan penyerahan BKP/JKP yang PPN-nya tidak dipungut, atau melakukan ekspor BKP tidak berwujud
  • PKP merupakan Perusahaan Terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari keseluruhan saham disetornya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia, atau saham mayoritasnya dimiliki secara langsung oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah, atau 
  • PKP Produsen yang memenuhi syarat tertentu yakni ; tepat waktu dalam penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai selama 12 (dua belas) bulan terakhir, nilai Barang Kena Pajak yang dijual pada tahun sebelumnya paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) adalah produksi sendiri; dan Laporan Keuangan untuk 2 (dua) tahun pajak sebelumnya diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian atau Wajar Dengan Pengecualian.

Tata Cara Permohonan
  • mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak dimana wajib Pajak terdaftar dengan menggunakan formulir berikut (Lampiran PER-31/PJ/2010)
  • melampirkan persyaratan yang relevan yakni ; keterangan dari instansi yang berwenang, yang dapat berupa Laporan Bulanan Kepemilikan Saham Emiten atau Perusahaan Publik dan Rekapitulasi, bagi Perusahaan Terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari keseluruhan saham disetornya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia, atau keterangan dari instansi yang berwenang, yang dapat berupa Akta Pendirian dan perubahannya, bagi perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki secara langsung oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah; atau Surat Pernyataan bahwa nilai Barang Kena Pajak yang dijual pada tahun sebelumnya paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) adalah produksi sendiri dan Laporan Keuangan untuk 2 (dua) tahun pajak sebelumnya yang diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian atau Wajar Dengan Pengecualian, bagi produsen selain Perusahaan Terbuka dan BUMN/BUMD.
  • disampaikan paling lambat 15 hari kerja sebelum dimulainya Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah.

Keputusan
  • Direktur Jenderal Pajak Melalui Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat menerbitkan keputusan penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah atau surat pemberitahuan bahwa permohonan tidak dapat diproses paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal diterimanya permohonan Wajib Pajak.
  • Apabila sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah atau surat pemberitahuan bahwa permohonan tidak dapat diproses, maka permohonan Pengusaha Kena Pajak dianggap dikabulkan.
  • Keputusan penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah berlaku untuk 24 (dua puluh empat) Masa Pajak sejak Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah.
  • Surat Keputusan Penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah dinyatakan tidak berlaku lagi apabila dalam masa berlakunya jangka waktu sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah terhadap Pengusaha Kena Pajak dilakukan ; pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan; atau pemeriksaan dan ternyata dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa Pengusaha Kena Pajak tidak lagi memenuhi kriteria sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah.
Radi Ryosaki 2010

Sabtu, 17 Juli 2010

Angsuran PPh Pasal 25 WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu

Dasar hukum 


Pengertian-Pengertian

  • Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai Pedagang Pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha.

  • Pedagang Pengecer adalah orang pribadi yang melakukan:
    a.     penjualan barang baik secara grosir maupun eceran; dan/atau
    b.    penyerahan jasa,
    melalui suatu tempat usaha.
  • Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Pajak berjalan untuk setiap bulan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
Pendaftaran NPWP
Mendapatkan NPWP meliputi NPWP pusat (alamat domisili) dan NPWP cabang untuk tiap masing-masing tempat usaha sesuai wilayah kerja KPP tempat usaha berlokasi. misalnya : NPWP pusat beralamat di palembang seberang ulu wilayah kerja KPP Pratama Palembang seberang ulu, sedangkan tempat usaha berada di Palembang Square, maka NPWP cabang terdaftar di KPP Pratama Palembang Ilir Barat.

Tarif
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha.

Ketentuan Penyetoran dan Pelaporan
  • Pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 tersebut merupakan kredit pajak atas Pajak Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.
  • Pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 yang Surat Setoran Pajaknya telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara dari Bank Persepsi selaku penerima pembayaran pajak, dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada Surat Setoran Pajak.
  • Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dengan jumlah angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Nihil atau yang melakukan pembayaran tetapi tidak mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara, tetap harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  • Dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu tidak melakukan usaha sebagai Pedagang Pengecer di tempat tinggalnya maka Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu tersebut tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal.
  • Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT 1770) dengan melampirkan daftar jumlah penghasilan dan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari masing-masing tempat usaha ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dengan menggunakan formulir ini